Sunday, 28 April 2013
Menuju Kemandirian Spiritual Dengan Istiqomah
“Yaa Muqollibal quluub, tsabbit qolbii ‘ala diinika” (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi)
Dalam kehidupan kita, seringkali kita menghadapi banyak persoalan, dan permasalahan, mulai dari hal yang kecil hingga hal yang paling besar. Persoalan pribadi, keluarga, pekerjaan hingga persoalan dalam kehidupan social yang kita jalani. Permasalahan dan persoalan ini kemudian membawa kepada ketidak stabilan diri dan tidak mampu mengendalikannya dengan baik. Bahkan dampaknya bisa menyentuh persoalan kehidupan beragama.
Kerap kali persoalan yang kita hadapi adalah persoalan duniawi tetapi berakibat buruk bagi kehidupan beragama, ibadah menjadi korban, kesalehan diri menurun drastic, bahkan keimanan yang terkikis. Maka muncullah kegalauan iman dan kegelisahan spiritual Kondisi-kondisi seperti ini sesungguhnya juga terjadi pada diri sahabat yang saat itu mereka masih bersama Nabi saw. sebab itulah, apabila mereka menghadapi menghadapi keadaan seperti itu, ketiga mereka diperhadapkan dengan was-was, keraguan, kegelisahan spiritual, mereka kemudian datang kepada Nabi meminta tetapi solusinya. Disebutkan dalam hadis, seorang sahabat Abu Amrah datang kepada Nabi saw, bertanya ya Rasulullah sampaikan kepadaku satu perkataan dalam Islam yang kemudian aku tidak akan bertanya lagi selain kepadamu, lalu nabi saw berkata; " katakanlah! Aku beriman kepada Allah kemudian beristiqamalah".
Memang para sahabat berlomba untuk memperbaiki diri dan berlomba untuk mencapai yang terbaik dalam menjalankan ajaran Islam, mereka memegang prinsip kualitas diri dunia da di akhirat. Seperti sahabat al-Nu'man yang mungkin jadi masih ragu akan cara beragama mereka datang kepada Nabi bertanya; Ya Rasulallah bagaimana pendapat Rasulullah, jika aku sudah melaksanakan shalat wajib, berpuasa di bulan ramadhan, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram apakah aku sudah bisa masuk surga? Nabi berkata "iya".
Suatu ketika Abu Hurairah datang kepada Nabi dan berkata ya Rasulallah, ajarkan kepadaku suatu amalan jika aku kerjakan, dapat memasukkanku ke dalam surga dan menjauhkanku dari neraka, nabi berkata, "sebarkan salam, beri makan orang yang butuh, sambung tali silaturrahim dan bangunlah shalat pada saat orang sedang tidur maka kamu masuk syurga dengan selamat."Sekelompok sahabat dari kalangan fakir miskin datang kepada Nabi menyampaikan curhatnya " ya Rasulullah, saudara-saudara kami orang-orang kaya,di saat kami shalat mereka juga shalat, dikala kami puasa mereka juga puasa, tetapi mereka bersedekah dengan kelebihan hartanya... "
Apa yang tergambar dalam hadis-hadis di atas bahwa para sahabat Nabi jika mengalami kegelisahan-kegelisahan dan kegalauan spiritual maka ia akan datang kepada Nabi bertanya menjadi pelajaran bagi kita juga bahwa hendaknyalah, persoalan-persoalan yang kita hadapi diselesaikan dengan kembali kepada Rasulullah yakni dengan kembali kepada sunnah-sunnahnya. Salah satu wasiat Nabi ketika menghadapi persoalan dan permasalahan hidup terutama jika berkaitan dengan persoalan keimanan adalah membangun kemandirian iman (istiqamah). Kemandirian iman (istiqamah) adalah keyakinan kita kepada Allah, sebagai pemberi solusi dari segala persoalan yang kita hadapi, lalu kemudian mampu bertahan di atas keyakinan itu, dalam kondisi dan situasi apa pun.
Ketika menghadapi masalah, maka Allahlah tempat bergantung, kepada Allah menyandarkan segala urusan, kepada Allah berserah diri, kepada Allah bertawakkal, bahkan hidup dan mati kita semuanya ada di tangan Allah. Kemandirian iman akan memberikan kekuatan spiritual sehingga tidak pernah merasah takut menghadapi persoalan sesulit apa pun yang dihadapi karena hanya kepada Allah bergantung dan meminta, serta tidak akan pernah dilandah kesedihan karena senantiasa khusyu berhubungan dengan Allah. Kemandirian iman akan memberikan semangat hidup untuk mencapai yang terbaik dan memberi kebaikan kepada siapa pun, menyemaikan rahmat dan kasih sayang. Dengan kemandirian iman kita bisa bertahan hidup di atas kebenaran dalam kondisi dan situasi apa pun yang dihadapi.
Akan tetapi bagaimana pun juga seorang hamba tidak mungkin untuk senantiasa terus dan sempurna dalam istiqomahnya. Terkadang seorang hamba luput dan lalai yang menyebabkan nilai istiqomah seorang hamba menjadi berkurang. Oleh karena itu, Allah memberikan jalan keluar untuk memperbaiki kekurangan tersebut yaitu dengan beristigfar dan memohon ampun kepada Allah ta’ala dari dosa dan kesalahan. Allah ta’ala berfirman yang artinya, Maka beristiqomahlah (tetaplah) pada jalan yang lurus menuju kepada Allah dan mohonlah ampun kepada-Nya”. (QS. Fushshilat [41]: 6). Di dalam al-Qur’an maupun sunnah telah ditegaskan cara-cara yang dapat ditempuh oleh seorang hamba untuk bisa meraih istiqomah. Cara-cara tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat dengan baik dan benar. Allah Ta’ala berfirman, “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ‘ucapan yang teguh’ dalam kehidupan di dunia dan di akhirat” (QS. Ibrahim [14] : 27). Makna “ucapan yang teguh” adalah dua kalimat syahadat. Sehingga, Allah akan meneguhkan orang yang beriman yang memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat ini di dunia dan di akhirat.
Kedua, membaca al-Qur’an dengan menghayati dan merenungkannya. Allah berfirman yang artinya, “Katakanlah: ‘Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan al-Qur‘an itu dari Robb-mu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS. An Nahl [16]:102)Ketiga, berkumpul dan bergaul di lingkungan orang-orang saleh. Hal ini sangat membantu seseorang untuk senantiasa istiqomah di jalan Allah ta’ala. Teman-teman yang saleh akan senantiasa mengingatkan kita untuk berbuat baik serta mengingatkan kita dari kekeliruan. Bahkan dalam al-Qur’an disebutkan bahwa hal yang sangat membantu meneguhkan keimanan para sahabat adalah keberadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah berfirman yang artinya, “Bagaimana mungkin (tidak mungkin) kalian menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rosul-Nya pun berada di tengah-tengah kalian? Dan barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali ‘Imran [3]:101)
Keempat, berdoa kepada Allah ta’ala agar Dia senantiasa memberikan kepada kita istiqomah hingga akhir hayat. Bahkan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha mengatakan bahwa doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah doa, “Yaa muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘ala diinik ” artinya “Wahai Zat yang membolak-balikkan hati teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR. Tirmidzi, Ahmad, Hakim, dishahihkan oleh Adz Dzahabi, lihat pula Shahihul Jami’)
Kelima, membaca kisah Rasulullah, para sahabat dan para ulama terdahulu untuk mengambil teladan dari mereka. Dengan membaca kisah-kisah mereka, bagaimana perjuangan mereka dalam menegakkan diinul Islam, maka kita dapat mengambil pelajaran dari kisah tersebut sebagaimana firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Huud [11]: 120)Kaum muslimin rahimakumullah demikianlah sedikit yang dapat kami sampaikan sebagai renungan bagi kita semua untuk meniti jalan istiqomah. Semoga Allah ta’ala memberikan keteguhan kepada kita untuk senantiasa menjalankan syariat-Nya hingga kelak kematian menjemput kita semua. Amiin ya Mujibbassaailiin.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment